Satu, dua, tiga. Buang nafas.

Aku punya mantra, begini bunyinya

Do I judge people?

Yes.

Do i tell them about my judgement?

No.

Because i am aware that my opinion is not needed, and can hurt them.

I am aware about the impact of my words, and would like to keep it minimum.

Even if it's true, i do not have the urge to ruin someone's day. Just because. I'm content with what i have and i'm happy with myself.

Menjadi dewasa, aku sadari, adalah proses yang kamu lakukan secara konstan. Untuk menjadi lebih baik, setiap harinya. Salah satu kebiasaan burukku adalah kebiasaan menghakimi orang lain. Sayangnya, karena aku tak pernah sekolah hukum, penghakimanku sering kali tidak bijaksana layaknya seorang hakim. Saat palu diketok tiga kali, aku melempar hukuman yang tak mengenakkan bagi orang lain.

Yah, tidak se-dramatis itu. Aku rasa penghakimanku tak akan merugikan tahun atau uang dari narapidana seperti yang dilakukan di sidang biasanya. Mungkin hanya sedikit sakit hati sini, sedikit tersinggung disana. Sedikit.

Namun, aku juga menyadari bahwa hal itu tidak akan membawa kebaikan bagi siapapun. Baik orang orang yang kuhakimi, atau aku sendiri sebagai orang yang menghakimi mereka. Bagaimana caraku memandang orang dari sudut pandangku, dan kesimpulan kesimpulan cacat logika yang kuambil. Bagaimana perkataanku dan perangaiku terhadap mereka juga akan terasa menyakitkan. Tidak ada yang diuntungkan.

Jadi aku berusaha berhenti. Setiap kali melihat hal-hal yang tidak kuinginkan, aku berusaha menghentikan diriku sendiri dengan membaca mantra di atas. 90% manjur. Sisa 10% nya untuk cerita di kemudian hari.

Bukankah dirimu juga senang apabila mencincang diriku sebagai peran antagonis dalam ceritamu?