Alien dan Pembaruan Kehidupan
- Maharani Tarisya
- Jul 31, 2024
- 2 min read
Kapan hari, aku uninstall aplikasi Instagram dari handphone ku. Sebenarnya bukan cuma Instagram, tapi juga Youtube dan ragam media sosial lainnya yang mempromosikan 'utek mambu' atau brainrot. Tujuannya untuk rehat sebentar dari informasi berlebihan, skibidi, dan english or spanish (kalau kamu tidak bergerak, tandanya kamu juga harus mempertimbangkan detoks medsos). Hal lainnya adalah aku mulai menyadari kalau aku hidup di dimensi yang berbeda dari kolom komentar. Ternyata mudah sekali untuk memotong kehidupan kita dari media sosial kalau kamu harus masuk kantor dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, alih-alih rebah sambil menatap langit-langit seharian. Itu bedanya orang bekerja dan pengangguran, nak.
Lucunya, teman-teman sebayaku selalu heran dengan fakta kalau aku tidak lagi menghabiskan waktu di media sosial. Bagi mereka yang aktif membagikan keseharian di jejaring, kehidupan di luar itu adalah sesuatu yang asing. Yah, aku memang tidak sepenuhnya menghilang, hanya saja harus membuka laptop untuk menerima permintaan teman di IG. Pembatasan akses ini karena aku sadar aku punya sistem kontrol diri yang bobrok, jadi harus mencari rute lain untuk melakukan manajemen waktu. Kabar baiknya? Aku bisa punya kapasitas otak untuk mencerna apa yang dibicarakan Ernest Becker di bukunya, tentang manusia dan ketakutannya terhadap kematian. Kabar buruknya adalah menjadi alien yang seringkali mendapat pertanyaan “Lah lo ga pakai TikTok?”
Di hari Sabtu yang terik, keputusan buat detoks media sosial ini juga dikritisi oleh mas-mas bule bermata biru yang jadi teman kencan di siang hari. Katanya, “nggak pakai Instagram tapi pakai Bumble, ya.” Di sela-sela debat kami tentang sistem anarki sebagai alternatif terbaik peradaban manusia, sedikit flirting disini dan disana, patung Pembebasan Irian Barat sedang merayakan kebebasannya di bawah terik matahari Jakarta. Anginnya cukup sepoi-sepoi sehingga membuat mengantuk, tapi aku terbangun oleh tamparan keras tentang kenyataan bahwa
1. Kami match karena dia secara tidak sengaja swipe kanan profilku
2. Aku memang selera bule (alias kulit sawo matang dan wajah lokal is the perfect exotic escape anD I HATE THAT WORD SO MUCH BECAUSE IT ALIENATES ME FROM MY ALREADY ALIENATED STAGE IN LIF-)
O lanangan jancok.
He said he likes my hair, but he doesn’t text anymore because apparently my ‘fwb is off limit’ rule is not appealing enough for him. Ada lubang menganga di tengah diriku yang mendamba untuk dicintai dan diinginkan. Tapi kalau diabaikan cukup lama, apa lubangnya bisa hilang? Untuk sementara, temanku, caraku mengatasinya adalah dengan menambah warna merah di bibir dan menyisir rambutku. Berbohong kepada diri sendiri adalah kebiasaan yang buruk.
Omong-omong, kabarku baik. Hanya sedikit mencret dan menghamburkan uang untuk makanan-makanan enak. Begitu mudah untuk mengingkari janji berhemat ketika di hadapanmu ada banyak sekali imitasi surgawi dalam bentuk gula dan cokelat.
Bagaimana kabarmu?
Comments